Sri Mulyani Kenakan Tambahan Bea Masuk Pakaian dan Aksesoris Impor
Tambahan bea masuk dikenakan untuk membendung impor.
Jakarta FORTUNE - Pemerintah mengenakan biaya tambahan untuk produk tekstil impor terutama pakaian dan aksesorisnya melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 142 tahun 2021. Tambahan bea masuk tersebut merupakan tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard untuk yang dikenakan untuk membendung lonjakan impor.
"Bahwa sesuai dengan laporan akhir hasil penyelidikan Komite Pengamana Perdagangan Indonesia terbukti adanya ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri disebabkan oleh lonjakan jumlah impor produk pakaian dan aksesori pakaian;" demikian bunyi konsideran beleid tersebut, dikutip Fortune Indonesia, Senin (15/11).
PMK yang berlaku selama tiga tahun mulai 12 November 2021 itu akan menyasar untuk 134 pos tarif untuk pakaian dan aksesorisnya. Namun, BMTP tersebut dikenakan terhadap importasi dari semua negara, kecuali terhadap produk pakaian dan aksesori pakaian segmen headwear dan neckwear yang diproduksi negara yang dikecualikan dari PMK ini.
Pasal 3 PMK tersebut juga menjelaskan BMTP yang dikenakan berupa tambahan bea masuk umum (Most Favoured Nation). Atau bisa juga berupa tambahan bea masuk preferensi berdasarkan skema perjanjian perdagangan barang internasional yang berlaku, jika impor dilakukan dari negara yang termasuk dalam dan memenuhi ketentuan skema perjanjian perdagangan barang ntemasional.
Namun, jika ketentuan dalam skema perjanjian perdagangan barang internasional tidak dipenuhi atau sedang dilakukan permintaan Retroactive Check, pengenaan BMTP atas importasi dari negara tersebut dapat berupa tambahan bea masuk (Favoured Nation).
Adapun negara yang dikecualikan berjumlah 122, antara lain Afghanistan, Colombia, Albania Congo, Angola, Costa Rica, Antigua dan Barbuda, Cote d'Ivoire, Argentina, Cuba, Armenia, Democratic Republic of the Congo, Bahrain, Djibouti, Bangladesh, Dominica, Barbados, Dominican Republic, Belize, Ecuador, Mesir dan lain-lain.
Pulihkan Industri Tekstil Domestik
Selain untuk menekan impor dan menyelamatkan industri dalam negeri, pemerintah juga berharap pemberlakuan BMTP ini bisa memberikan dampak positif lainnya memulihkan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan meningkatkan nilai tambah domestik, serta memberikan proteksi terhadap industri TPT dalam negeri terutama produk pakaian dan aksesorisnya.
Di samping itu, pemerintah juga berharap BMTP yang diterapkan dapat mendorong kinerja industri sehingga berdampak pada peningkatan serapan tenaga kerja serta memperbaiki neraca perdagangan dengan penurunan impor produk pakaian dan aksesorisnya. "Kelima, mendorong permintaan dalam negeri," tulis DJBC.
Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah memberikan perlindungan terhadap pasar TPT nasional di pasar domestik sebagai proteksi khusus dari serbuan produk-produk impor. Permintaan ini dilakukan karena pasar internasional yang menjadi tujuan ekspor TPT Indonesia masih belum pulih akibat pandemi Covid-19.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rahman mengatakan sebagai negara dengan populasi ke-4 terbesar di dunia Indonesia menjadi target pasar yang menjanjikan bagi banyak negara produsen TPT, salah satunya China.
Bahkan, barang yang diimpor ke Indonesia tidak hanya berupa sisa ekspor dari negara lain, melainkan juga pakaian bekas yang kini banyak diperjualbelikan di Indonesia, khususnya pada platform belanja online dan media sosial. Padahal, impor barang bekas telah dilarang dalam Permendag Nomor 51 Tahun 2015.
Untuk itu API pun meminta pemerintah memberikan jaminan pasar domestik bagi industri dalam negeri dengan memberlakukan BMTP produk kain dan pakaian jadi.
Menurut dia, BMTP tidak mengganggu kinerja ekspor, karena tidak mempengaruhi penyediaan bahan baku produsen pakaian tujuan ekspor yang mayoritas berada di Kawasan Berikat (KB) atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).