Sri Mulyani Ramal Ekonomi Indonesia 2023 Tumbuh 5,02-5,04 Persen
Risiko geopolitik diprediksi akan terus meningkat.
Fortune Recap
<ul>
<li>Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan perekonomian Indonesia tahun ini akan tumbuh 5,02-5,04 persen.</li>
<li>Proyeksi tersebut mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV sebesar 5 persen dan akan terdorong oleh serapan anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.</li>
<li>Pertumbuhan ekonomi tahun depan diharapkan mencapai 5,24 persen, tetapi terdapat downside risk dari sisi eksternal yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik.</li>
</ul>
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan perekonomian Indonesia tahun ini akan tumbuh 5,02–5,04 persen. Hal tersebut mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV yang berkisar 5 persen, dan akan terdorong oleh serapan anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
"Overall 2023 kita akan end up dengan sekitar 5, tipis di sekitar 5,02-5,04. Ini tergantung dua minggu ini saya lihat pencairan anggaran dari seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kalau mereka bisa menggunakan anggaran 98 hingga 100 persen, mungkin boosting jauh lebih banyak untuk pertumbuhan di kuartal keempat," ujarnya dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian 2024, Jumat (22/12).
Sementara itu, untuk tahun depan, dia masih optimistis pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5,24 persen seperti yang telah ditetapkan dalam APBN. Hanya saja, terdapat downside risk dari sisi eksternal yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik.
Masalah ini, menurutnya, akan berlangsung dalam jangka panjang dan akan menciptakan fragmentasi yang memburuk. Kecuali, sebut Sri Mulyani, jika para pemimpin dari tiap negara bersepakat untuk mengakhiri konflik lantaran merasa fragmentasi yang muncul menyebabkan lebih banyak keburukan ketimbang manfaatnya.
"Saya banyak bicara dengan teman-teman say. Pemimpin di domestik kalau mereka sistemnya demokratis menjadi makin ekstrem ke kanan, populis. Kemudian yang nondemokratis juga makin proteksionis, dan tentu merasa under-pressure. Fragmentasi dunia itu sudah pasti terjadi dan ini akan memburuk sebelum akan membaik," katanya.
Jaga konsumsi domestik
Karena itu, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,24 persen pada 2024, dia berharap permintaan domestik akan tetap terjaga. Pasalnya, konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 54 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerintah sendiri terus berupaya untuk menjaga permintaan domestik karena konsumsi kelompok menengah ke bawah sangat besar. Salah satu caranya adalah dengan terus berusaha untuk menjaga inflasi dan kenaikan harga pangan
“Berbagai kebijakan kita kemarin, entah itu untuk pembelian rumah, pembelian mobil, ini semuanya ditujukan agar dari sisi suplai itu properti dan konstruksi memiliki multiplier yang banyak. Dari sisi kelompok menengah yang kita melihat masih memiliki daya beli, mereka mulai dipacu untuk bisa tumbuh,” kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, pertumbuhan pajak yang tinggi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Namun demikian, dia melihat hal ini menjadi titik kritis bagi Indonesia karena harus menjaga momentum pertumbuhan yang menjadi basis pajak.
“Pertumbuhan dari penerimaan pajak kita tahun ini masih 7 persen. Termasuk cukup luar biasa di tengah kenaikan baseline sangat tinggi. Ini akan menimbulkan rasio pajak yang membaik. Kemudian kita fokus belanja akan menjadi lebih baik, meskipun ini adalah tahun terakhir dari Presiden Jokowi. Ini memang mungkin titik kritisnya adalah belanja yang berkualitas dan kecepatan belanja,” katanya.
Sri Mulyani mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan juga harus dipacu dengan produktivitas melalui perbaikan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Selain itu, dia menilai APBN juga harus dijaga kesehatannya untuk menahan berbagai guncangan yang akan muncul tahun depan.
Di samping itu, dia juga berharap komponen lain seperti pembentukan modal tetap bruto atau investasi yang kontribusinya mencapai 27,9 persen pada kuartal III lalu tetap tumbuh pada 2024. Sebab, kondisi geopolitik juga dapat memberikan peluang bagi Indonesia berupa pergerakan investasi dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ke negara-negara lain akibat perang dagang dengan Amerika Serikat.
"Momentumnya itu Indonesia. Banyak yang mau relokasi dari RRT dari AS sendiri melihat Indonesia sebagai partner strategis yang harus direken dalam hal ini. Jadi kita cukup baik," ujarnya.