NEWS

Stabilitas Rupiah dan SBN Terjaga, Sri Mulyani Bandingkan dengan 2013

Kebijakan hilirisasi topang ketahanan ekonomi Indonesia.

Stabilitas Rupiah dan SBN Terjaga, Sri Mulyani Bandingkan dengan 2013Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2024). ANTARA FOTO/Galih Pradipta
06 June 2024

Fortune Recap

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan pentingnya menjaga ketahanan surplus neraca pembayaran untuk stabilitas imbal hasil surat berharga negara dan nilai tukar rupiah.
  • Ketahanan ekonomi yang lemah membuat Indonesia mengalami gejolak 
  • Perception risk maupun real risk turut membuat yield surat berharga negara melonjak.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya menjaga ketahanan surplus neraca pembayaran untuk memastikan stabilitas imbal hasil surat berharga negara maupun Nilai Tukar Rupiah.

Pasalnya, di tengah kondisi perekonomian dunia yang masih penuh dengan ketidakpastian, Indonesia berisiko mengalami kenaikan yield surat utang dan depresiasi rupiah. 

"Kita lihat waktu Indonesia posisi APBN dan neraca pembayarannya baik, maka nilai tukar rupiah juga akan relatif stabil," ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI, Rabu (5/6).

Dia mengingatkan tentang kondisi ketika bank sentral Amerika Serikat memperketat kebijakan moneter pada 2013—dikenal dengan taper tantrum—yang membuat perekonomian Indonesia bergejolak karena ketahanannya lemah.

Pada kurun 2012 hingga 2014, saat kondisi defisit neraca pembayaran dan neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) berada di atas tiga persen, Indonesia sempat dijuluki The Fragile Five bersama India, Turki, Afrika Selatan, dan Brasil.

Kala itu, imbal hasil surat berharga negara Indonesia tiba-tiba melesat naik dan rupiah terdepresiasi sangat dalam menyusul pengumuman Fed untuk memperketat likuiditas. Pada 2013, nilai tukar rupiah anjlok 24,3 persen dari Rp9.793 ke Rp12.171 per US$. 

"Bahkan 2013 itu Federal Reserves belum menaikan suku bunga, baru ancang-ancang mengatakan kita akan mulai normalisasi," katanya.

Kondisi demikian menimbulkan perception risk maupun real risk, yang turut membuat yield surat berharga negara melonjak dari 5,8 persen menjadi 6,8 persen pada 2013, dan kembali naik menjadi 8,1 persen pada 2014.

Surplus neraca pembayaran

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.