UMKM Indonesia Lepas Emisi 216 mtCO2, Setara 50% dari Sektor Industri
UMKM punya peran penting percepat target NZE.
Fortune Recap
- Emisi energi UMKM diprediksi mencapai 216 mtCO2 pada 2023, setara dengan separuh emisi sektor industri nasional pada 2022.
- Pengurangan emisi pada sektor UMKM membuka peluang bersaing di tingkat global dan mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE) 2060.
- Kajian menawarkan solusi dekarbonisasi UMKM, seperti pemutakhiran teknologi, elektrifikasi, dan penggunaan energi terbarukan variabel.
Jakarta, FORTUNE - Institute for Essential Services Reform (IESR) memprediksi emisi energi dari sektor UMKM mencapai 216 mtCO2 pada 2023.
Angka tersebut setara dengan separuh emisi sektor industri nasional pada 2022.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengungkapkan besarnya emisi sektor tersebut menandakan bahwa UMKM dapat berperan signifikan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060 atau lebih cepat.
Menurutnya, pengurangan emisi atau Dekarbonisasi pada seluruh rantai pasok pada sektor UMKM juga akan membuka peluang UMKM Indonesia bersaing di tingkat global.
“Studi kami menemukan bahwa 95 persen emisi dari UMKM ini berasal dari pembakaran energi fosil. Berkaca dari data tersebut, maka pemerintah perlu mulai mengidentifikasi peluang dan tantangan dalam mendekarbonisasi UMKM," ujar Fabby dalam sambutan webinar "Peluang Dekarbonisasi UMKM di Indonesia", Kamis (14/3).
Fabby melanjutkan pemerintah juga perlu mengusulkan strategi dan memberikan bantuan finansial maupun teknis kepada UMKM agar mampu merencanakan dan mendorong investasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
IESR sendiri, berkolaborasi dengan Lawrence Berkeley National Laboratory (LBNL), merumuskan kajian yang menawarkan solusi dekarbonisasi UMKM, khususnya pada industri kecil dan menengah (IKM).
IKM dipilih karena subsektor tersebut mengeluarkan emisi yang lebih tinggi dibandingkan subsektor UKM lainnya.
Selain itu, IKM memiliki jumlah pekerja hingga 100 orang sehingga berpotensi menyediakan lapangan kerja bagi penduduk setempat.
Tawaran solusi
Analisis IESR dan LBNL merekomendasikan pemutakhiran teknologi dan elektrifikasi untuk mendekarbonisasi IKM.
Studi ini mengambil tiga contoh IKM dengan solusi dekarbonisasinya.
Pertama, elektrifikasi untuk sektor tekstil dan pakaian. Kedua, sektor konstruksi yang perlu meningkatkan penggunaan semen rendah karbon, formulasi beton yang inovatif serta mengusulkan peralatan ramah lingkungan kepada pemilik bangunan. Ketiga, sektor industri penyamakan kulit untuk mendorong penetrasi energi terbarukan variabel (variable renewable energy, VRE), seperti panel surya dan turbin angin domestik.
Analis data energi IESR, Abyan Hilmy Yafi, mengatakan melalui strategi awal dengan dekarbonisasi IKM, beberapa manfaat ekonomi akan didapatkan seperti penciptaan peluang bisnis baru, peningkatan nilai merek, dan menarik kepercayaan pelanggan.
Tak hanya itu, dekarbonisasi juga akan meningkatkan proses produksi, profitabilitas, dan daya saing seiring mengurangi risiko perubahan iklim dan memastikan dampak positif terhadap lingkungan.
“UMKM perlu mendapatkan lebih banyak pendampingan karena banyak pelaku UMKM yang tidak mengetahui tentang energi, satuannya dan bagaimana cara melakukan efisiensinya,” kata Abyan.
Ketua Tim Program Pengembangan Industri Hijau, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Taufik, mengatakan pihaknya tengah mengusahakan pendanaan/investasi hijau bagi IKM baik dari bank, swasta maupun internasional.
Selain itu, Kemenperin tengah mendalami beberapa model dan menyusun kajian untuk penguatan penyedia jasa industri hijau.
“Untuk industri kecil dan menengah dalam upaya untuk dalam bertransformasi menuju industri hijau, kita akan membantu terkait training dan peningkatan kapasitas, akses terhadap teknologi hijau, akses terhadap pasar ataupun menciptakan pasar baru,” ujar Achmad.