Bisakah Kebijakan WFH Jadi Kunci Menangi Talent War?
Bos Goldman Sachs sedikit tak setuju dengan pandangan itu.
Jakarta, FORTUNE - Bagaimana kunci memenangi perang perebutan tenaga kerja (talent war)? Apakah menawarkan fleksibilitas dapat menjadi magnet yang menarik pekerja terbaik atau justru ide buruk?
Melansir Fortune.com, CEO Humu dan mantan Chief HR Google, Laszlo Bock, mengatakan bank konvensional takut jika perusahaan teknologi membajak talenta terbaiknya. Fleksibilitas jadi salah satu poin yang dijual oleh para raksasa teknologi.
Kekhawatiran itu beralasan. Sebab beberapa survei secara konsisten menunjukkan, para pekerja jarak jauh tetap ingin bekerja secara jarak jauh. Lalu, deretan perusahaan teknologi mengabulkan itu: dari Twitter, Google, Facebook, Salesforce, hingga Spotify.
“Jika tak menawarkan kebebasan yang kandidat tuntut, talenta terbaik bahkan tak akan mempertimbangkan Anda,” begitu alasan mereka.
Nah, bagaimana jika kesimpulan tersebut salah dan malah akan menjadi bumerang bagi perusahaan di masa depan?
Bekerja Jarak Jauh Bukan Kondisi Normal Baru
Bos Goldman Sachs, David Solomon, menilai bekerja jarak jauh bukan merupakan bagian dari kenormalan baru. “Itu adalah penyimpangan yang akan kami perbaiki sesegera mungkin,” katanya, dikutip dari Fortune.com, Selasa (7/12).
JPMorgan Chase dan Morgan Stanley mengamini penilaian Solomon. Mereka ingin para karyawan kembali bekerja dari kantor.
James Morgan dari Morgan Stanley bahkan mengkritik tajam para karyawan yang masih berkeras menunaikan pekerjaan dari rumah. “Iya, mereka tak suka bepergian (untuk ke kantor), tapi lantas mengapa? Jika Anda bisa pergi (bekerja) ke restoran di New York, Anda bisa datang ke kantor,” katanya.
Apa yang Para Pekerja Cari Saat Berburu Pekerjaan?
Studi Universum, perusahaan konsultan kepada perusahaan menyoal branding, menemukan bahwa kandidat terambisius atau ‘go-getter’ ingin sekali bekerja di Morgan Stanley, Goldman Sachs, dan JPMorgan Chases. Sebagai informasi, go-getter merupakan persona yang berfokus pada kinerja tinggi, promosi cepat, prestise, dan mengincar tanggung jawab tingkat tinggi.
Survei itu berlangsung selama pandemi, ketika kebijakan bekerja dari rumah sedang marak-maraknya. Hasil jajak pendapat itu mengungkap, kandidat terambisius tak bermasalah dengan bekerja dari kantor—bahkan cenderung lebih menyukainya.
Tidak mengherankan. Sebab, menurut penelitian substansial, interaksi langsung menawarkan banyak manfaat bagi karyawan dan pemberi kerja. Mulai dari membangun hubungan yang lebih kuat, lebih cepat belajar, dan lebih berkontribusi terhadap kreativitas dan inovasi. Itu tentu akan menguntungkan kandidat yang berambisi naik jabatan.
Chief Executive Officer JPMorgan Chase, Jamie Dimon, pun menambahkan, “pekerjaan jarak jauh tak cocok untuk mereka yang ingin terburu-buru (mendapatkan promosi).”
Raksasa Teknologi Besar Masih akan Terapkan Bekerja dari Kantor
Beberapa raksasa teknologi—Apple, Microsoft, Alphabet—dengan tegas ingin mayoritas pekerjanya kembali ke kantor. Bahkan di sektor teknologi, kebijakan bekerja jarak jauh tampaknya belum berdampak pada daya tarik perusahaan di mata kandidat.
Apalagi, para mahasiswa bisnis yang menjadi responden Universum menganggap tiga perusahaan teknologi itu sebagai pemain terbesar di sektor teknologi.
Akan tetapi, bukan berarti bekerja jarak jauh merupakan hal yang sepenuhnya buruk. Menurut CFO Cisco, Scott Herren, kebijakan itu dapat dikombinasikan dengan tetap bertatap muka. Gabungan antara daring dan luring, istilahnya.
“Pekerjaan tertentu mungkin bisa dilakukan selama empat hari dari rumah, tak apa-apa. Saya tak menentang hal seperti itu. Jadi, itu (kebijakan) akan didasari oleh jenis pekerjaan,” tambah Dimon.