5 Perbedaan Pasar Modal Syariah dengan Konvensional
Aturan pasar modal syariah dengan konvensional berbeda.
Jakarta, FORTUNE - Dalam dunia investasi, investor pasti sudah familiar dengan istilah pasar modal. Namun, sebagian masyarakat mungkin masih asing dengan istilah pasar modal syariah dan modal konvensional? Kemudian apa perbedaan keduanya?
Tak jarang pula masyarakat beranggapan atau ragu untuk berinvestasi di pasar modal karena dianggap bertentangan dengan nilai agama. Padahal, adanya pasar modal syariah yang dirancang dengan cermat untuk memastikan perputaran uang tidak tercampur dengan hal-hal yang haram.
Melansir laman Finansialku, di pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan harus sesuai dengan prinsip syariah. Ini berarti tidak boleh ada kegiatan yang haram menurut agama Islam, seperti riba, judi, dan produksi makanan yang diharamkan, dan sebagainya.
Lalu, apa perbedaan pasar modal syariah dengan konvensional? Berikut ini pembahasannya.
1. Instrumen yang dijual
Pasar modal syariah adalah sarana jual beli instrumen keuangan dengan mekanisme syariah. Apabila ingin berinvestasi di pasar modal konvensional, instrumen yang tersedia meliputi saham, obligasi, reksa dana, opsi, right, dan warrant.
Sebaliknya, dalam pasar modal syariah, saham, obligasi, dan reksa dana yang ditawarkan adalah instrumen yang telah disesuaikan dengan hukum syariah.
Dengan adanya instrumen seperti saham syariah, obligasi syariah, dan reksa dana syariah, para investor yang mengutamakan kehalalan dalam transaksi dan aset mereka tidak perlu repot mencari dan memilah sendiri.
2. Emiten penjual saham
Dalam pasar modal konvensional, emiten dapat menjual saham mereka tanpa memperhatikan status halal atau haram. Transaksi dan instrumen yang digunakan sering kali melibatkan bunga dan memiliki potensi untuk transaksi spekulatif dan manipulatif. Sebaliknya, dalam pasar modal syariah, emiten yang menjual saham harus memenuhi syarat-syarat syariah yang ketat.
Transaksi yang dilakukan bebas dari bunga, dan instrumen yang digunakan juga sesuai dengan prinsip syariah. Di pasar modal syariah, instrumen transaksi didasarkan pada prinsip mudharabah, musyarakah, dan salam. Selain itu, pasar modal syariah dijamin bebas dari manipulasi pasar dan transaksi yang meragukan.
3. Indeks saham
Pada pasar modal konvensional, indeks yang ada terbuka secara bebas dan tidak memisahkan saham yang halal secara khusus. Sementara indeks saham syariah dikeluarkan oleh pasar modal syariah. Oleh karena itu, seluruh saham yang tercantum pada bursa pasar modal syariah sudah terjamin halalnya.
Mengutip laman Idx.co.id, indeks saham syariah adalah ukuran statistik yang mencerminkan pergerakan harga sekumpulan saham syariah yang diseleksi berdasarkan kriteria tertentu.
Proses penyeleksian saham syariah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan menerbitkan Daftar Efek Syariah (DES), artinya BEI tidak melakukan seleksi saham syariah, melainkan menggunakan DES sebagai acuan untuk pemilihannya.
Salah satu tujuan dari indeks saham syariah adalah untuk memudahkan investor dalam mencari acuan dalam berinvestasi syariah di pasar modal. Pengembangan indeks saham syariah terus dilakukan oleh BEI melihat kepada kebutuhan dari pelaku industri pasar modal. Saat ini, terdapat 5 (lima) indeks saham syariah di pasar modal Indonesia.
4. Mekanisme transaksi
Mekanisme transaksi di pasar modal konvensional biasanya tidak memiliki batasan khusus, sehingga perputaran uang berlangsung secara bebas. Konsep bunga adalah elemen yang pasti ada dalam pasar modal konvensional. Transaksi yang tidak jelas, spekulatif, manipulatif, dan berbasis judi juga diperbolehkan. Saham yang dimiliki dapat bergerak di bidang apapun asalkan menguntungkan.
Sebaliknya, pasar modal syariah memiliki banyak aturan ketat. Dana yang diinvestasikan tidak akan digunakan untuk sektor yang tidak sesuai dengan prinsip syariat, seperti rokok, alkohol, dan makanan yang diharamkan.
Selain itu, pasar modal syariah bebas dari transaksi ribawi, gharar (ketidakpastian), manipulatif, dan berbasis judi.
5. Obligasi
Bagi Anda yang tertarik pada obligasi, perlu mengetahui perbedaan antara obligasi konvensional dan syariah. Pada obligasi konvensional, prinsip yang digunakan adalah bunga, dengan pemegang obligasi bertindak sebagai kreditur atau pemberi pinjaman. Perhitungan imbal hasilnya didasarkan pada perkembangan suku bunga yang berlaku.
Sebaliknya, obligasi syariah diatur dalam fatwa DSN – MUI No.7/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah. Fatwa ini menjelaskan bahwa pemegang obligasi syariah bukanlah kreditur, melainkan pemodal atau shahibul mal. Emiten disebut sebagai pengelola atau mudharib. Selain itu, perhitungan bagi hasil telah ditetapkan di awal saat akad transaksi dilakukan.
Dalam penggunaan dana dari obligasi, emiten diwajibkan mengalokasikan modal sesuai dengan hukum syariat yang berlaku.
Demikian perbedaan pasar modal syariah dengan konvensional, semoga bermanfaat untuk Anda yang ingin berinvestasi di pasar modal.