IBM Indonesia: Banyak Bisnis Pakai Teknologi AI Tanpa Paham Dampaknya
Kultur organisasi bantu lihat keuntungan teknologi AI
Jakarta, FORTUNE – Studi terbaru dari IBM Institute for Business Value menunjukkan 54 persen CEO di Indonesia menyatakan timnya memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif. Namun, sayangnya, hanya sedikit saja yang memahami dampaknya terhadap tenaga kerja dan budaya organisasinya.
Presiden Direktur IBM Indonesia, Roy Kosasih, mengatakan banyak perusahaan saat ini mempertanyakan langkah selanjutnya untuk mengintegrasikan AI ke dalam bisnisnya masing-masing.
“Penting bagi para pemimpin perusahaan untuk membantu organisasi mereka agar memikirkan kembali keterampilan dan peran pekerjaan karyawan yang diperlukan dalam memanfaatkan AI,” katanya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Selasa (18/6).
Menurutnya, kultur organisasi dapat membantu karyawan melihat keuntungan penggunaan Teknologi AI generatif, untuk mendorong penggunaan dan penerimaan teknologi AI dalam pekerjaannya. Dengan demikian, mereka dapat menghasilkan inovasi baru dalam bisnis.
“Banyak perusahaan sudah memiliki talenta yang bisa membantu meningkatkan produktivitas dan mengidentifikasi potensi efisiensi,” ujar Roy.
Mayoritas CEO di Indonesia, menurut IBM, melihat teknologi AI generatif sebagai kunci dalam meningkatkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan, dengan 59 persennya mengharapkan teknologi AI generatif memberikan nilai tambah pada perusahaan.
Studi ini sendiri dilakukan pada 3.000 CEO dari 30 negara yang memimpin perusahaan-perusahaan pada 26 industri global.
Hambatan terbesar
Menurut kajian IBM, mayoritas CEO di Indonesia yang disurvei menunjukkan keengganan terhadap risiko dan gangguan bisnis adalah hambatan terbesarnya dalam berinovasi.
“63 persennya juga melihat persaingan di antara para eksekutif C-Suite mereka terkadang menghambat kolaborasi,” demikian IBM dalam kajian yang dilakukan pada Desember 2023–April 2024 ini.
Kajian ini menunjukkan 59 persen CEO di Indonesia yang disurvei mengatakan kesuksesan organisasinya secara langsung terkait dengan kualitas kolaborasi antara keuangan dan teknologi. Sementara, 71 persen CEO berpikir bahwa perubahan budaya kerja lebih penting untuk menjadi organisasi yang berbasis data daripada mengatasi tantangan teknis.
Lebih dari risiko
Meski begitu, kajian IBM ini juga menunjukkan bahwa manfaat yang didapat dari adopsi teknologi yang cepat, melebihi potensi risikonya. Investasi teknologi yang tepat adalah salah satu faktor kunci yang membedakan CEO di Indonesia yang memiliki peforma sangat baik.
“78 persen dari para pemimpin ini mengatakan infrastruktur digital organisasinya memungkinkan investasi baru untuk secara efisien diperluas dan memberikan nilai,” demikian keterangan IBM.
Sementara itu, bagi para CEO di ASEAN, tujuan utama investasi dalam AI generatif saat ini difokuskan pada uji coba dan eksperimen—sebanyak 46 persen. Jumlah ini diikuti oleh tujuan efisiensi dan penghematan biaya (27 persen).
IBM pun memperkirakan pada 2026, fokus ini akan bergeser ke pertumbuhan dan ekspansi yang mencapai 50 persen; serta efisiensi dan penghematan biaya yang mencapai 40 persen.
66 persen CEO di Indonesia percaya bahwa investasi dalam AI akan membantunya mendapatkan keunggulan kompetitif. Pada saat yang sama, 44 persen setuju bahwa risiko tertinggal mendorong mereka untuk berinvestasi dalam beberapa teknologi sebelum mereka memiliki pemahaman yang jelas tentang nilainya.