Konsumen Mulai Beralih pada Keamanan Biometrik
Sebanyak 25% konsumen sudah menggunakan biometrik.
Jakarta, FORTUNE – Setidaknya 25 persen konsumen memanfaatkan biometrik sebagai opsi autentikasi secara daring pada beberapa akunnya. Demikian temuan Aliansi FIDO dalam studi tentang autentikasi daring.
Kajian FIDO itu menemukan bahwa orang mulai beralih pada opsi lain di luar kata sandi untuk mengakses akunnya. Para respondennya berpendapat biometrik memiliki daya tarik, baik dalam persepsi keamanan dan penggunaan.
Biometrik merupakan metode kedua yang paling umum digunakan untuk login, dengan 28 persen responden mengutipnya sebagai metode pilihan. 35 persen memakai biometrik untuk mengakses layanan keuangan dalam dua bulan terakhir.
Untuk penelitian ini, Aliansi FIDO menengok kebiasaan konsumen, tren, dan adopsi teknologi autentikasi terbaru di seluruh dunia. Riset ditujukan pada 10.000 responden yang tersebar di 10 negara besar, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris Raya (UK), Prancis, Jerman, Australia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, India, dan Cina.
Pengertian biometrik
Menurut situs sciencedirect, biometrik adalah karakteristik fisiologis atau perilaku terukur yang dapat digunakan untuk memverifikasi identitas individu. Ada berbagai jenis biometrik yang tersedia untuk pengukuran. Paling umum yang sering ditemui adalah pengukuran lewat sidik jari, wajah, tangan, iris, suara, tanda tangan, retina, atau ritme mengetik.
Namun, biometrik lain sedang dalam penelitian, seperti pengenalan gaya berjalan (cara seseorang berjalan), analisis jejak telinga, atau pengenalan DNA. Seseorang bahkan bisa dikenali karakteristik spektralnya.
Industri biometrik menghasilkan sistem yang menggunakan biometrik seseorang, atau kombinasi biometrik, untuk secara otomatis memeriksa identitas orang tersebut.
Temuan lain dalam laporan
Walau banyak yang mulai tertarik pada biometrik, tetapi laporan FIDO menemukan bahwa kata sandi masih mendominasi metode autentikasi lain yang lebih aman—59 persen orang menggunakannya untuk masuk ke akun kerja atau komputer dalam 60 hari terakhir.
Selain itu, konsumen mengkhawatirkan keamanannya saat terhubung dengan internet, dan banyak yang telah mengambil tindakan seperti beralih ke biometrik (38 persen) dan menggunakan perangkat lunak autentikasi (21 persen). Namun, sepertiga dari mereka yang belum mengambil tindakan mengatakan tidak mengetahui caranya. Dikombinasikan dengan 43 persen responden yang mengaku telah memperkuat kata sandinya.
Keamanan data tetap harus diutamakan
Heru Sutadi, pengamat teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, mengatakan biometrik banyak digunakan karena sifatnya yang khas. Setiap orang dapat memiliki karakteristik biometriknya masing-masing, yang berbeda dan melekat pada dirinya.
Biometrik sudah banyak digunakan di Indonesia, kata Heru. Biasanya dimanfaatkan untuk memperkuat autentikasi lapis kedua atau ketiga setelah kata sandi. “Hal ini dilakukan agar data yang kita simpan di ponsel, aplikasi, atau layanan publik labih aman,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Senin (1/11).
Namun, Heru mengingatkan bahwa biometrik tidak menjamin keamanan data. Dari beberapa kejadian, banyak kebocoran terjadi setelah menerapkan biometrik. Saat biometric tersimpan di aplikasi atau layanan online, datanya sebenarnya rawan bocor. Bila peretas berhasil masuk, data biometrik pengguna pun akan terbuka.
“Jadi, isu keamanan data dan keamanan siber tetap tidak bisa dilupakan ketika kita pakai biometrik. Harus menyeluruh pengamanannya,” kata Heru.