Potensi Persaingan Intelijen AS-Cina di Balik Insiden Penembakan UFO
UFO mengacu pada balon udara yang disebut alat mata-mata.
Jakarta, FORTUNE – Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Cina kembali memanas usai penembakan balon udara yang diidentifikasi sebagai Unidentified Flying Object (UFO) oleh pihak AS.
Di lain pihak, Cina mengaku bahwa balon tersebut hanyalah untuk tujuan pengawasan metereologi. Mungkinkah perseteruan ini menunjukkan adanya persaingan intelijen diantara kedua negara adidaya ini?
Melansir The Guardian, Senior Associate program keamanan Indo-Pasifik di Center for a New American Security di Washington, Jacob Stokes, mengungkapkan analisisnya mengenai kemungkinan balon khusus digunakan sebagai alat pendukung kepentingan militer.
“Balon udara dapat berfungsi sebagai relai komunikasi cadangan, jika satelit dihancurkan; atau bisa juga berfungsi sebagai kapal induk, membawa tabung berisi segerombolan drone yang bisa dilepaskan ke wilayah musuh; bahkan bisa digunakan sebagai platform di ketinggian tinggi untuk meluncurkan rudal,” tulis Guardian.
Insiden UFO antara AS dan Cina bisa memicu diskusi lebih lanjut tentang kegunaan balon udara. “Saya pikir balon udara punya lebih banyak kegunaan untuk pertahanan dan keamanan daripada yang disadari oleh komunitas keamanan nasional secara umum,” ujarnya.
Ketertarikan Cina
Guardian melaporkan, Harian Tentara Pembebasan Rakyat, Cina, menunjukkan ketertarikannya pada aplikasi militer dalam beberapa tahun terakhir. Pada akhir 2021, harian tersebut menuliskan tentang sejarah panjang balon militer di Tiongkok, melacaknya kembali ke abad ke-5 hingga 10.
Penggunaan balon oleh militer modern termasuk pengintaian dan pengawasan, penyampaian komunikasi ketika sarana lain tidak berfungsi, pertahanan udara menggunakan balon yang ditambatkan, dan memandu serangan udara.
Bahkan, dalam artikel itu, militer AS disebut berencana menggunakan balon ketinggian tinggi untuk menyebarkan sejumlah besar sensor frekuensi radio mini di belakang garis musuh untuk membantu penargetan.
Kelebihan dan kelemahan
Sementara itu, anggota Komite Intelijen DPR AS dari partai Demokrat, Jimi Himes, mengatakan bahwa penggunaan balon udara memiliki tiga keuntungan saat digunakan sebagai pengumpul data intelijen.
Pertama, biayanya lebih efisien yakni US$1 miliar. “Kedua adalah waktu kerja yang tak terbatas dan tak dimiliki satelit. Sedangkan yang ketiga adalah citra dengan kualitas lebih baik daripada satelit, semakin dekat kita dengan target, maka akan semakin baik kualitasnya,” katanya.
Meski begitu, pakar teknologi dan kebijakan publik di Pusat Kajian Strategis dan Internasional AS, James Lewis, menyebut bahwa balon udara juga memiliki kelemahan dan kontribusi penggunaan balon untuk kepentingan intelijen sangatlah rendah.
“Masalah dengan balon adalah mereka pergi ke mana angin membawa mereka. 'Berkeliaran' tidak dapat diprediksi dan tidak penting untuk mengumpulkan terhadap target statis (seperti pangkalan rudal)," kata Lewis.
Rangkaian insiden UFO
Usai AS dan Kanada menembak jatuh beberapa UFO dalam seminggu terakhir, Cina menyatakan telah melihat sebuah UFO lainnya di dekat perairan Qingdao.
Mengutip The Paper (13/2), pihak berwenang Beijing pun tengah bersiap untuk menembak jatuh benda terbang tak dikenal tersebut. Bahkan, para nelayan yang berada di koordinat UFO terdeteksi sudah diminta waspada dan tak perlu khawatir atas keamanan mereka.
“Pengumuman tersebut meminta nelayan untuk mengambil gambar, mengumpulkan bukti, dan membantu penyelamatan balon jika jatuh di dekat perahu nelayan mereka,” tulis portal berita ini.
Rentetan insiden ini dimulai ketika sebuah balon udara tak dikenal menarik perhatian Pemerintah AS sejak (28/1). Meski belum bisa diketahui secara pasti, namun dinas Intelijen AS berasumsi bahwa balon yang disebut UFO tersebut merupakan bagian dari program mata-mata militer Cina. Akhirnya, balon tersebut pun ditembak jatuh oleh jet tempur F-22 Raptor.
Insiden ini berlanjut dengan UFO berikutnya juga ditembak jatuh, bahkan pemeriksaannya dilakukan AS bersama dengan Kanada. “Jet tempur F-22 Amerika dengan Komando Pertahanan Dirgantara Amerika Utara, yang dioperasikan bersama oleh Amerika Serikat dan Kanada, berhasil menembaki objek di atas Yukon,” kata PM Kanada, Justin Trudeau, (11/2).