Geliat AI di Balik Layar di Tempat Kerja pada 2025
Pemimpin bisnis menghadapi tantangan optimalisasi AI.
Jakarta, FORTUNE - Deloitte merilis laporan tahunan Tech Trends ke-16, yang mendalami perubahan signifikan dalam lanskap Kecerdasan Buatan (AI) selama setahun terakhir. Laporan ini juga memberikan panduan untuk 18–24 bulan mendatang, menyoroti bagaimana AI kini semakin terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan dan bisnis.
Menurut laporan tersebut, AI tidak lagi menjadi teknologi yang tampak menonjol di permukaan. Sebaliknya, teknologi ini kini bergerak di balik layar, menjadi lapisan dasar yang mendukung operasi bisnis utama. Mike Bechtel, Chief Futurist Deloitte dan salah satu penulis laporan, menyebut AI mirip dengan listrik atau internet, yang jarang diperhatikan tetapi sangat penting.
“Perbedaan antara 18–24 bulan ke depan dengan periode sebelumnya adalah AI bergerak di balik layar. Kita melihat AI menjadi fondasi dari semua aspek bisnis yang perlu kita lakukan dan pikirkan," ujar Bechtel, melansir ZDNET pada Jumat (13/12).
Seiring dengan AI yang meresapi hampir di seluruh operasi bisnis, kekhawatiran awal terhadap teknologi ini mulai berkurang. Pemimpin bisnis kini menghadapi tantangan baru: bagaimana memanfaatkan AI secara optimal. Mereka mulai mengeksplorasi berbagai konsep seperti peningkatan perangkat keras, model bahasa kecil (SLM), AI berbasis agen, dan lainnya.
AI dalam Bisnis: Tim Agen dengan Kekuatan Khusus
Saat chatbot seperti ChatGPT menjadi fenomena, model bahasa besar (LLM) di baliknya diandalkan untuk mengoptimalkan operasi bisnis.
Namun, tren baru menunjukkan bahwa AI tidak lagi bersifat monolitik. Sebaliknya, AI kini terdiri dari banyak agen khusus yang dilatih untuk tugas tertentu.
“Selama dua tahun terakhir, AI terasa seperti satu hal besar—satu jendela chat untuk segala kebutuhan,” ujar Bechtel.
“Sekarang, kita melihat ledakan di mana AI akan menjadi kumpulan agen khusus yang dilatih pada data domain tertentu," katanya.
Dengan fleksibilitas SLM, setiap agen dapat membantu menyelesaikan tugas spesifik seperti pengajuan hibah, penyusunan laporan keuangan, atau merangkum laporan inspeksi. “Jika sebelumnya kita berkata, ‘Ada aplikasi untuk itu,’ kini menjadi, ‘Ada agen untuk itu,’” tambah Bechtel.
AI dan Perangkat Keras
Tahun lalu ditandai dengan peningkatan perangkat keras berbasis AI yang lebih canggih. Perangkat ini memungkinkan aplikasi AI berjalan langsung di perangkat dan mendukung transformasi digital yang lebih luas.
“Pembaharuan perangkat keras untuk perusahaan dan karyawan akan segera dimulai, sesuatu yang belum kita lihat dalam 15 tahun terakhir,” kata Bechtel. Perubahan ini mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan peningkatan perangkat mereka guna mendukung transformasi berbasis AI.
Sebagai contoh, Nvidia mengalami lonjakan popularitas dengan GPU-nya yang menjadi komoditas utama. Deloitte memproyeksikan pasar chip AI global akan tumbuh dari US$50 miliar pada 2024 menjadi antara US$110 miliar hingga US$400 miliar pada 2027.
Namun, Bechtel mengingatkan untuk memprioritaskan kebutuhan. “Jika perangkat keras Anda menjadi penghambat untuk mencapai tujuan strategis, maka waktunya untuk berinvestasi. Namun, jika hanya sekadar mengejar tren tanpa kebutuhan nyata, itu mungkin bukan keputusan yang paling bernilai,” katanya, menjelaskan.
Meskipun lanskap AI terus berkembang, Deloitte menekankan bahwa langkah awal tetap sama: memastikan data yang digunakan bersih, terorganisasi, dan terkini. Menurut Bechtel, banyak klien yang awalnya menginginkan proyek AI akhirnya menyadari bahwa mereka membutuhkan proyek manajemen data terlebih dahulu.
Laporan ini juga menunjukkan bahwa 75 persen organisasi meningkatkan investasi dalam pengelolaan siklus data karena AI generatif. “Kuncinya adalah memprioritaskan ‘informasi’ dalam teknologi informasi sebelum memikirkan teknologi canggih,” ujar Bechtel.