Menko Luhut Ingin Perdagangan Bursa Karbon RI Bisa Lintas Negara
Indonesia resmi memiliki bursa karbon dalam negeri.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) yang juga merupakan Ketua Komite Pengarah Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan Bursa Karbon Indonesia nantinya bukan hanya akan melaksanakan perdagangan domestik, tetapi juga lintas negara.
"Dimulai pasar dalam negeri dan akan dikembangkan ke perdagangan pasar karbon luar negeri serta sebagai karbon market regional hub," katanya dalam peluncuran Bursa Karbon di Bursa Efek Indonesia yang disiarkan secara virtual, Selasa (26/9).
Luhut mengatakan Indonesia penting menjadi hub pasar regional agar unit karbon yang sesuai dengan standar international tersedia.
Khusus untuk perdagangan karbon luar negeri pada pasar sukarela atau voluntary carbon market (VCM), Luhut menyatakan Indonesia telah memiliki komitmen dari Amazon Web Service (AWS) sebesar US$5 miliar termasuk pembelian karbon VCM.
Bahkan, The Rockefeller Foundation dan The Bezos Earth Fund membentuk Energy Transition Acceleration, berkolaborasi dengan Bank Dunia menyediakan US$4,5 miliar khusus untuk mendukung negara berkembang memonetisasi kredit karbon dalam bentuk carbon fund.
“Pengaturan penyelenggaraan perdagangan luar negeri dimana terdapat pemindahan status hak atas karbon, maka dipersyaratkan adanya pencatatan Sistem Registri Nasional Perubahan Iklim (SRN PPI) dan otorisasi,” ujar Luhut.
Sementara, jika tidak ada pemindahan hak dan karbon, kata Luhut, maka dipersyaratkan SRN PPI dan persetujuan menteri sehingga tidak mempengaruhi NDC Indonesia.
NDC merupakan kontribusi nasional yang ditetapkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia, yakni 29 persen tanpa syarat dan 41 persen bersyarat.
Penerapan carbon pricing baru
Selanjutnya, implementasi carbon pricing pasca Protokol Kyoto khususnya VCM, menurutnya, merupakan hal yang baru dan masih berkembang dalam pengaturan internasional.
“Tapi beberapa negara yang memiliki sumber daya seperti Cina, Malaysia, Brasil sudah membuka VCM,” ujarnya.
Oleh karena itu, Luhut mengatakan Indonesia harus bisa memanfaatkan kesempatan yang ada dalam mengumpulkan pendanaan sehingga tidak hanya mengandalkan dana APBN dan komitmen pemerintah negara maju.
“Perdagangan karbon luar negeri perlu mengakomodasi perdagangan VCM sesuai yang berlaku secara internasional,” katanya.
Pada 2024, Luhut mengatakan pemerintah menargetkan penyelenggaraan dapat berlangsung secara optimal termasuk bursa karbon.
Luhut menyatakan penyelenggaraan bursa karbon Indonesia akan diawasi langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan teknologi blockchain.