Microsoft Ungkap 92 Persen Pekerja Kantoran Pakai AI
Riset ini melibatkan 31.000 responden dari 31 negara.
Fortune Recap
- 92 persen karyawan Indonesia manfaatkan AI generatif di kantor, lebih tinggi dari rata-rata global.
- Direktur Microsoft Indonesia optimistis adopsi AI dorong pertumbuhan ekonomi digital.
- Riset melibatkan 31.000 responden dari 31 negara dengan mayoritas di Asia Pasifik.
Jakarta, FORTUNE – Microsoft melaporkan sekitar 92 persen karyawan kantoran di Indonesia telah menggunakan Kecerdasan Buatan (AI) generatif di tempat kerja. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan angka global yang mencapai 75 persen, dan Asia Pasifik 83 persen.
Hal ini terungkap dari hasil riset bertajuk Work Trend Index 2024 yang digarap bersama LinkedIn
“Saat ini, kita sedang berada di era transformasi AI yang memungkinkan kita untuk berkreasi dan berinovasi jauh lebih cepat. Kecepatan Indonesia dalam beradaptasi dan bertumbuh di era ini pun menunjukkan bahwa kita berada di jalur yang tepat untuk merealisasikan peluang ekonomi digital Indonesia dan menciptakan dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat luas,” kata Direktur Utama Microsoft Indonesia, Dharma Simorangkir, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (11/6).
Laporan tahunan yang telah dirilis sejak Mei 2024 melibatkan 31.000 responden dari 31 negara, yakni Amerika bagian utara, Amerika Latin, Asia Pasifik, dan Eropa. Data survei di Asia Pasifik sudah mencakup data Indonesia.
Dalam riset itu juga, terlihat bahwa 92 persen pemimpin perusahaan di Indonesia percaya akan pentingnya adopsi AI untuk menjaga keunggulan kompetitif perusahaan, lebih tinggi dibandingkan angka global 79 persen dan Asia Pasifik 84 persen.
Meski demikian, 48 persen merasa khawatir kepemimpinan pada organisasinya masih belum memiliki visi dan rencana untuk menerapkan AI dalam perusahaan; lebih rendah dibandingkan angka global 60 persen dan Asia Pasifik 61 persen.
Risiko terhadap data perusahaan
Dengan meningkatnya tren penggunaan AI di tempat kerja, kata Dharma, riset juga menunjukan ada 76 persen karyawan yang rela membawa perangkat atau gawai yang tersemat AI secara mandiri ke tempat kerja.
Namun, menurutnya, tren ini berpotensi mengurangi manfaat ketika AI digunakan secara strategis dalam skala besar, serta membawa risiko tertentu terhadap data perusahaan.
“Alhasil, tugas pemimpin perusahaan dalam waktu dekat adalah mempertimbangkan bagaimana menerapkan AI dalam skala besar di perusahaan, sembari menghasilkan return on investment (ROI) yang maksimal,” ujarnya.
Keterampilan AI di dunia kerja dipandang penting
Dharma menjelaskan cakupan definisi keterampilan AI pada setiap jenis profesi dan sektor industri akan berbeda-beda. Namun, fenomena yang terjadi di pasar kerja saat ini menunjukkan bahwa karyawan semakin dituntut untuk mengetahui produk AI dan mampu menggunakannya jika ingin tetap kompetitif di pasar kerja.
Bahkan, kata dia, beberapa pemimpin perusahaan terlihat enggan memPekerjakan seseorang yang tidak memiliki keterampilan AI, seperti memahami cara menggunakan produk AI generatif.
“Jika situasi kerja menuntut pekerjaan cepat dan volume pekerjaan yang harus diselesaikan banyak, 68 persen responden karyawan yang kami survei menyatakan pasti akan kesulitan beradaptasi. Oleh karena itu, 75 persen di antaranya mulai menggunakan teknologi kecerdasan buatan,” ujarnya.
Dharma juga menekankan pentingnya kemampuan untuk menyalurkan antusiasme tersebut menjadi transformasi AI bisnis yang nyata, di antaranya melalui identifikasi masalah bisnis dan mengintegrasikan AI sebagai salah satu solusi.
"Ambil pendekatan top-down dan bottom-up serta prioritaskan pelatihan keterampilan AI bagi setiap individu," katanya.