Riset Google: Meski Investasi Teknologi Turun, Indonesia Masih Dituju
Dalam jangka panjang, ekonomi digital masih prospektif.
Jakarta, FORTUNE – Indonesia masih menjadi negara favorit tujuan investasi teknologi oleh perusahaan modal ventura, menurut laporan terbaru dari Google, Temasek, dan Bain & Company. Riset itu pun menyatakan bahwa perekonomian digital dalam negeri secara keseluruhan masih prospektif dalam jangka panjang.
Laporan bertajuk e-Conomy SEA 2022 itu menunjukkan Singapura dan Indonesia merupakan hotspot investasi teratas di Asia Tenggara.
Indonesia secara khusus menarik 25 persen dari total nilai pendanaan swasta di kawasan, dan dalam jangka panjang dianggap akan tetap menarik bagi investor.
Tahun lalu total nilai pendanaan swasta mencapai US$9 miliar, padahal pada tahun sebelumnya US$4 miliar. Meski demikian, pada semester pertama tahun ini jumlah investasi swasta hanya US$3 miliar atau terkoreksi 66,7 persen dari US$5 miliar dalam periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
“Mengingat adanya hambatan ekonomi makro, nilai transaksi pada semester satu 2022 turun US$2 miliar dalam setahun akibat adanya kekhawatiran seputar profitabilitas dan valuasi,” kata Deputy Head Technology & Consumer and Southeast Asia, Temasek, Fock Wai Hoong, dalam diskusi e-Conomy SEA 2022 Report (Indonesia) by Google, Temasek, Bain & Company, Selasa (8/11).
Sektor pilihan investasi
Perekonomian digital Indonesia akan terus menarik investasi karena fundamentalnya yang kuat. Situasi itu tampak dari basis pengguna internet yang besar dan sangat aktif, serta ekosistem perusahaan rintisan yang dinamis.
Pada semester pertama tahun ini, layanan keuangan digital—terutama yag berfokus pada pembayaran bisnis ke bisnis (B2B) dan layanan pinjaman—sanggup menggaet nilai investasi US$1,5 miliar. Capaian itu dianggap telah menggantikan sektor e-commerce.
Menurut riset sama, pada seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, lebih dari 80 persen pemodal ventura ingin lebih berfokus di sektor baru seperti teknologi kesehatan (health tech), Software as a Service (SaaS), dan Web 3.0.
Prospek ekonomi digital
Laporan sama memproyeksikan perekonomi digital Indonesia, yang diukur dalam Gross Merchandise Value (GMV), pada tahun ini akan tumbuh 22 persen menjadi US$77 miliar. Pertumbuhan itu akan berlanjut hingga 2025 mencapai US$130 miliar, dan pada 2030 sekitar US$360 miliar.
E-commerce terus menjadi penopang eonomi digital. Buktinya, sektor ini akan memiliki nilai US$59 miliar, atau menyumbang 77 persen terhadap keseluruhan perekonomian digital. Hingga 2025, e-commerce Indonesia diproyeksikan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk mencapai 17 persen menjadi US$95 miliar.
“Indonesia memiliki sektor e-commerce dengan pertumbuhan tercepat kedua (setelah Vietnam), tetapi selain GMV ada banyak dimensi pertumbuhan yang kini juga harus difokuskan,” kata Managing Director Google Indonesia, Randy Jusuf.
Nilai perekonomian digital domestik tergolong sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Thailand, misalnya, dikenai GMV ekonomi pada nilai taksiran US$35 miliar pada 2022, lalu Vietnam US$23 miliar, Malaysia US$21 miliar, Filipina US$20 miliar, dan Singapura US$18 miliar.
Secara keseluruhan, GMV ekonomi digital Asia Tenggara mencapai US$200 miliar tahun ini, dan dalam tiga tahun terakhir terdapat penambahan 100 juta pengguna internet baru di kawasan.
Dalam kesempatan sama, Partner and Head of Digital Practice in Southeast Asia, Bain & Company, Aadarsh Baijal, menyatakan untuk mendukung momentum pertumbuhan ini, penyedia layanan digital harus mengimbangi permintaan konsumen yang kuat melalui keterlibatan yang bermakna dengan berbagai demografi pengguna. Itu pada gilirannya dapat mendorong partisipasi yang lebih dalam untuk ekonomi internet.
“Kunci untuk mempertahankan momentum positif ini adalah dengan mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM) berakselerasi menuju pertumbuhan berikutnya, terutama dengan memperdalam adopsi digital UKM di seluruh SaaS dan alat keuangan," katanya.