KPPU Telisik Dugaan Kartel Bunga Pinjol, Ini Tanggapan AFPI
OJK dan AFPI perlu formulasikan bunga fintech yang sesuai.
Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menghormati proses penyelidikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman online (pinjol) atau fintech lending.
Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafa menyatakan dukungan dan akan patuhi ketentuan bila ditemukan pelanggaran bunga dalam penyelidikan oleh KPPU.
"Untuk itu kami menghormati proses yang sedang berjalan di KPPU dan akan terus memberikan dukungan yang diperlukan sehubungan dengan dugaan potensi pelanggaran terhadap persaingan usaha pinjaman fintech lending khususnya mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman,” kata Entjik S. Djafar dalam keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Senin (30/10).
OJK dan AFPI perlu formulasikan bunga fintech yang sesuai
Meski demikian Ia menegaskan, penetapan tarif suku bunga maksimal pinjaman tidak sama dengan penetapan harga yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Mengenai dugaan potensi pelanggaran besaran bunga maksimal pinjaman, kami konsultasikan ke OJK sebagai regulator industri keuangan sebagaimana juga KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang sehat,” kata Entjik.
Sementara itu, Anggota Ombudsman Republik Indonesia Periode 2016-2021, Ahmad Alamsyah Saragih juga menyambut baik sikap AFPI yang menghormati proses di KPPU karena itu sesuai dengan kewenangan lembaga pengawas persaingan usaha. Menurut dia, harus dibangun interaksi yang baik antara AFPI dan KPPU sekaligus perlu memperhatikan persepsi publik.
“AFPI perlu mencermati hasil penyelidikan KPPU yang memungkinkan menjadi standar skema perubahan perilaku. Jika ketentuan batas maksimal bunga pinjaman dicabut, maka OJK yang mengatur. Sebaiknya aturan terbaru ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi industri ke depan,” kata Alamsyah.
Mengenai besaran bunga pinjaman online, Alamsyah menilai bahwa hal itu merupakan porsi OJK untuk mengaturnya, sehingga AFPI perlu melakukan audiensi dengan OJK untuk memformulasikan rekomendasi, bukan sekadar imbauan. Namun, perlu didefinisikan kondisi laba/rugi yang dialami penyelenggara fintech lending dengan kondisi tingkat bunga saat ini.
Gap kredit UMKM diperkirakan tembus Rp2.400 triliun
Entjik kembali menambahkan, kehadiran industri fintech lending dilandasi oleh semangat untuk menyediakan layanan pendanaan alternatif bagi individu, usaha mikro, dan masyarakat yang belum tersentuh layanan jasa keuangan, atau dikenal dengan unbanked dan underserved.
Berdasarkan riset 2023, proyeksi kebutuhan pembiayaan UMKM pada tahun 2026 diperkirakan akan mencapai Rp4.300 triliun, sedangkan kemampuan supply sebesar Rp1.900 triliun, sehingga akan ada credit gap sebesar Rp2.400 triliun.
Hingga Agustus 2023, Fintech Pendanaan Bersama atau fintech lending sudah menyalurkan Rp677,51 Triliun dengan peningkatan setiap tahunnya, di mana tahun 2022 tumbuh 45 persen secara tahunan, sedangkan tahun 2021 tumbuh 112 persen.