Kasus Binance Jadi Peringatan Untuk Tata Kelola Kripto di Indonesia
Transaksi kripto di RI menurun 64% di 2022.
Jakarta,FORTUNE- Indonesia Fintech Society (IFSOC) menyebut persoalan Binance dan Coinbase, serta serangkaian permasalahan aset kripto, menjadi peringatan serius pada ekosistem dan tata kelola kripto di Indonesia.
“Binance memiliki exposure yang besar di Indonesia. Peristiwa ini tentu mempengaruhi bagaimana para investor memandang aset kripto sehingga berbagai upaya preemtif dan preventif harus didorong untuk memastikan kejadian yang sama tidak terulang di Indonesia” kata Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Kamis (15/6).
Guncangan di pasar kripto global tampaknya belum menunjukkan sinyal mereda. Jatuhnya harga Terra LUNA pada pertengahan tahun lalu, disusul penangkapan pendirinya, Do Kwon, dengan dakwaan penipuan keuangan dan sekuritas, hingga runtuhnya FTX akibat kelalaian pengelolaan keuangan menjadi beberapa peristiwa besar yang mewarnai pasar kripto dalam tiga tahun terakhir.
Terbaru, Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat menggugat perusahaan pertukaran kripto, Binance dan Coinbase, atas tuduhan penggelapan dana nasabah dan pelanggaran regulasi sekuritas serius. SEC juga menuduh Binance melakukan penipuan terhadap regulator dan investor, serta terlibat dalam perdagangan manipulatif.
Berbagai tuduhan dan dugaan tersebut kemudian menjadi dasar permohonan pembekuan aset Binance oleh SEC kepada pengadilan. Meskipun begitu, Binance bersikukuh tidak bersalah dan akan melakukan pembelaan.
Transaksi kripto di RI menurun 64%
Menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) nilai transaksi kripto sepanjang tahun 2022 mencapai Rp306 triliun, yang mana nilai tersebut menurun 64 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp859 triliun.
Meskipun begitu, jumlah Investor Kripto di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 16,7 juta orang, meningkat 45 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 11,2 juta orang. Dengan jumlah investor yang semakin besar, potensi pertumbuhan kripto di Indonesia tentu masih besar.
Dengan demikian, Indonesia telah menunjukkan satu langkah konkrit dalam merespon perkembangan kripto dengan terintegrasinya pengaturan kripto dengan sektor keuangan nasional melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
“Melalui UU PPSK, apalagi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nantinya akan ada Dewan Komisioner yang mengatur khusus aset kripto, maka ke depan kita berharap pengaturan dan pengawasan aset kripto akan lebih komprehensif,” ujar Rudiantara.
Urgensi regulasi perlindungan dana investor
Anggota Steering Committee IFSOC, Tirta Segara menambahkan, perlunya regulasi dan skema perlindungan dana investor. Hal ini akan menjadi acuan jelas bagi pemilik platform mengenai batasan-batasan pengelolaan dana investor.
Menurutnya, hal tersebut salah satu sumber utama permasalahan sebagaimana yang kita lihat dalam kasus FTX dan sekarang Binance. "Sebagaimana telah diterapkan di area pasar modal, platform dan pelaku industri kripto mestinya juga tidak boleh menampung, mengalihkan, dan apalagi menginvestasikan dana yang dikelola secara serampangan dengan risiko tinggi tanpa izin. Hal ini sangat krusial dalam meningkatkan aspek perlindungan konsumen di area kripto," katanya.
Tirta juga mengingatkan pentingnya penguatan aspek kelembagaan di pasar kripto. Sehingga fungsi-fungsi yang ada dapat disegregasi dengan baik seperti peran sebagai pedagang, pialang, kustodian, dan sebagainya.
“Segregasi fungsi lembaga di pasar kripto ini mendesak segera dilakukan untuk mewujudkan tata kelola yang baik di pasar kripto," kata dia.
Di sisi lain, Anggota Steering Committee IFSOC, Eddi Danusaputro menjelaskan bahwa kasus Binance dan Coinbase ini menjadi peristiwa yang semakin membuka mata akan risiko perlindungan konsumen di pasar kripto yang masih sangat rentan.
Menurut Eddi, seperti investasi lainnya, risiko volatilitas memang merupakan investor own risk. Akan tetapi, banyak juga risiko yang muncul akibat kelalaian pengelolaan dana, pencucian, hingga penggelapan dana, dan risiko lainnya sehingga perlu langkah antisipasi.
“Ini merupakan moment of truth bagi pasar kripto. Dari sini kita melihat bahwa regulator seperti SEC telah mengambil peran dan memberikan perhatian khusus. Tanpa ada regulasi yang jelas, industri ini akan sulit mencapai pertumbuhan yang kondusif dan optimal” ujarnya.
Kasus ini menjadi pembelajaran, cepat atau lambat para regulator di dunia termasuk Indonesia harus segera membentuk berbagai kebijakan untuk merespon perkembangan kripto.