TECH

Setelah Tech Winter, Industri Fintech Diyakini Tetap Bisa Tumbuh

Ini tantangan yang perlu diwaspadai fintech.

Setelah Tech Winter, Industri Fintech Diyakini Tetap Bisa TumbuhIlustrasi fintech. Shutterstock/Alfa Photo
08 November 2023

Jakarta, FORTUNE - Industri fintech diyakini masih dapat tumbuh berkelanjutan pasca melewati tech winter. Hal ini ditopang oleh potensi populasi muda, SDM produktif yang melek digital dari dalam negeri. 

Apalagi penggunaan ponsel dan internet yang bertumbuh pesat di Indonesia, serta populasi yang muda dan produktif, menjadi faktor utama adopsi digital secara masif. Di sisi lain, berdasarkan riset Google, Temasek, dan Bain pada 2021, nilai ekonomi digital di Indonesia mencapai US$70 miliar, atau terbesar di ASEAN. Diperkirakan, nilai ini dapat mencapai US$330 miliar pada 2030 

Co-Founder Pluang, Claudia Kolonas menjelaskan, dengan ceruk pasar yang sedemikian besar, perusahaan startup teknologi di Indonesia telah berlomba-lomba melakukan “burn rate” atau “bakar uang” dari hasil fundraise. Hampir seluruh startup melakukan promosi jor-joran untuk mendapatkan sebanyak mungkin konsumen baru dalam waktu yang relatif singkat.  

"Dalam kurun waktu 2019 sampai 2021, pendanaan sangat mudah didapat, bahkan banyak investor yang memang secara aktif mencari. Namun karena mudahnya pendanaan, banyak founder yang terbiasa menggunakan strategi bakar uang untuk mendorong pertumbuhan bisnis," kata Claudia melalui keterangan resmi pada acara sesi diskusi panel bertajuk “Inflection Point: Mapping the Next Phase of Indonesia’s Maturing Tech Industry”,di Jakarta baru-baru ini. 

Ia menyebut, tren bakar uang ini berbeda dengan para founder startup di luar negeri yang memecahkan sebuah permasalahan langsung oleh dirinya sendiri. "Sehingga mereka menjadi intim dengan masalah tersebut." kata Claudia, yang mendirikan Pluang empat tahun lalu.

Perbankan bisa jadi contoh industri fintech 

Kawasan SCBD Senayan/Shutterstock N Rudianto

Tidak ayal lagi, ketika terjadi tech winter, tepatnya sekitar akhir pandemi atau hampir dua tahun belakangan, banyak startup yang gagal ataupun mengalami tekanan keuangan karena terlalu bergantung pada pertumbuhan drastis (hypergrowth) dan valuasi yang melejit.  

Bagi Claudia, pelajaran yang dapat diambil dari situasi tersebut adalah pentingnya sebuah bisnis melihat jauh ke depan dengan pertumbuhan yang lebih stabil namun konsisten. Menurut dia, industri startup di Indonesia tergolong muda, namun belum pernah melalui tech winter sebelumnya, sehingga tidak terbiasa untuk bersabar dan menyadari bahwa membangun bisnis membutuhkan waktu. 

Dia mencontohkan industri perbankan yang telah mature dan ditunjang dengan layanan customer service yang kuat. Perbankan mampu memiliki layanan customer service yang dapat diandalkan karena merupakan hasil dari investasi selama bertahun-tahun. 

“Kuncinya bagi fintech adalah kembali ke product-market fit, sehingga kita tidak hanya membuat aplikasi, tapi memikirkan bagaimana bisa memberikan layanan yang lebih baik dari yang ada saat ini. Jika jawabannya adalah belum siap, maka artinya kita juga belum siap untuk investasi secara jangka panjang untuk bisnis kita. Intinya adalah kesabaran," ujar Claudia.

Ini tantangan yang perlu diwaspadai fintech 

Tips aman meminjam uang dari fintech
Jirsak/Shutterstock

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.