Ada Revisi Perda, Harga Internet DKI Jakarta Terancam Naik
Pemprov DKI dan DPR berniat kenakan biaya baru ke operator.
Jakarta, FORTUNE – Harga layanan internet di Jakarta berisiko naik. Sebab, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD tengah mempertimbangkan rencana mengenakan biaya baru kepada semua badan usaha yang menggelar jaringan telekomunikasi, listrik, dan gas.
Rencana itu dirumuskan lewat revisi Peraturan Daerah tentang Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT). Salah satu poinnya, yakni: mengenai biaya sewa barang milik daerah dan SJUT.
Berdasarkan Pasal 4 Poin D Perubahan Perda Nomor 8 Tahun 1999, operator pengguna SJUT wajib membayar tarif rutin kepada Pemprov DKI Jakarta. Kini, ada sekitar 40 operator yang menggelar jaringan telekomunikasi di Jakarta.
Melansir Antara, Selasa (14/2), Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), Jerry Mangasas Swandy mengatakan, “Jika Pemprov DKI mengimplementasikan harga sewa SJUT berdasarkan pendekatan bisnis dan peningkatan pendapatan asli daerah, harga layanan internet di DKI Jakata akan mengalami kenaikan.”
Dus, ia berharap rencana revisi Perda SJUT itu tak akan meningkatkan beban biaya masyarakat yang belum sepenuhnya pulih dari krisis karena Covid-19.
Berisiko menghambat transformasi digital
Adapun, Ingub Nomor 69 Tahun 2020 meminta BUMD Jakpro mengeksekusi pembangunan SJUT. Tapi, pada praktiknya, Jakpro menyerahkan tanggung jawab itu kepada Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP), entitas anak Jakpro.
Selain bisa mengerek naik biaya internet di DKI Jakarta, revisi perda yang bertujuan menata ulang kabel udara di Jakarta itu juga berpotensi menghambat perwujudan transformasi digital negara ini.
Hal itu berisiko terjadi bila operator harus membayar beban biaya baru, sehingga dapat mempengaruhi biaya infrastruktur. Jika itu terjadi, maka itu akan berbanding terbalik dengan harapan Presiden Joko Widodo untuk menawarkan layanan broadband dengan harga terjangkau kepada masyarakat.
Puluhan operator telekomunikasi telah berdialog dengan Pemprov DKI mengenai hal itu sejak 2019. Tapi, belum ada titik temu antara operator penyelenggara jaringan telekomunikasi—yang diwakili oleh Apjatel—dengan Jakpro.
Padahal, diskusi khusus antara pelau usaha dan anggota DPRD bersifat krusial dalam menentukan gambaran utuh ihwal urusan operasional pada pembangunan infrastruktur telekomunikasi.
Kemudian, menurut Jerry, draf revisi perda dari Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) masih berlawanan dengan regulasi di atasnya. Apjatel pun telah mendata dan menyirimkan lis investaris masalah yang tertera di revisi itu.
“Ketika Pempro DKI Jakarta menyusun regulasi, seharusnya mengacu pada undang-undang serta regulasi yang lebih tinggi,” katanya. Contohnya, Undang-Undang Telekomunikasi dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.