Emas Menguat Setelah Data Inflasi AS Lebih Rendah Dari Ekspektasi
Meski ada tren bullish, harga emas bisa saja tertahan.
Fortune Recap
- Harga emas dunia naik ke level tertinggi dalam sebulan terakhir setelah data inflasi AS lebih rendah dari perkiraan pasar.
- Penurunan imbal hasil obligasi AS dan prospek pemangkasan suku bunga oleh Fed mendukung kenaikan harga logam mulia.
- Gencatan senjata di Timur Tengah memberikan kesempatan rebound bagi emas, namun kebijakan kontroversial Trump dapat menyulut inflasi dan menahan permintaan emas.
Jakarta, FORTUNE - Harga Emas dunia mengalami lonjakan usai perilisan data inflasi Amerika Serikat (AS). Berdasarkan warta Reuters, Kamis (16/1) pukul 18:31, emas spot diperdagangkan pada level US$2.732 per ounce troy atau menguat 0,75 persen dalam 24 jam terakhir. Harga tersebut naik ke level tertinggi dalam sebulan terakhir.
Analis mata uang dan komoditas, Lukman Leong, menjelaskan kenaikan harga logam mulia ini didukung oleh data inflasi, yakni produsen dan konsumen AS, yang lebih rendah dari perkiraan pasar.
"Ini menyebabkan penurunan pada imbal hasil obligasi AS dan meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga oleh Fed," katanya kepada Fortune Indonesia, Kamis (16/1).
Pengamat komoditas sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menyatakan dengan data yang lebih rendah tersebut, pasar mendapatkan keyakinan bahwa prospek pemangkasan suku bunga Fed menjadi lebih besar.
Ia mengatakan sebelumnya Bank Sentral AS itu bakal memangkas suku bunga sebanyak empat kali pada 2025. Namun, dengan terpilihnya Trump sebagai Presiden AS, Fed kemudian mengubah rencana pemangkasannya menjadi dua kali pada 2025.
Dengan data produsen yang lebih rendah, pasar mendapat keyakinan bahwa Fed bakal memangkas suku bunga lebih dari dua kali pada tahun ini.
Ibrahim mencermati gencatan senjata yang terjadi di Timur Tengah telah memberikan sedikit tekanan kepada dolar AS, dan emas mendapat kesempatan rebound.
Ke depannya, emas diproyeksi berpotensi besar dalam tren bullish. Namun, apabila lajunya tertahan, itu kemungkinan besar disebabkan oleh nilai dolar yang terus menguat. Penguatan dolar sendiri akan meredam permintaan emas, karena investor biasanya akan beralih memburu dolar.
Di sisi lain, Lukman melihat kebijakan Trump bakal menjadi pedang bermata dua. Menurutnya kebijakan Trump yang kontroversial seperti kenaikan tarif, dikhawatirkan bakal menyulut inflasi dan menahan permintaan emas.
Kebijakan Trump juga dianggap dapat merusak perekonomian AS dan global sehingga menjadi faktor yang akan mendukung permintaan emas sebagai safe haven.